wirJO SOEMarto... Nikmat memang, bila semua serba tercukupi, semua keinginan bisa terpenuhi,
sampai barang apapun bisa dibelinya, itulah Wiryo, seorang anak dari
konglomerat yang kaya raya. Ibu dan Ayahnya adalah pengusaha besar yang
berada di Kota Jakarta. Tapi hal yang sangat baik dari keluarga
itu adalah mereka mampu bersikap dan berperilaku layaknya orang biasa,
bersopan santun, ramah terhadap tetangga begitu juga kepada orang–orang
yang berkunjung ke rumahnya. Tak terkecuali dengan Wiryo, anaknya gantheng (hhhh...)
dan tidak pernah manja dengan orang tuanya. Wiryo biasa bersikap baik
terhadap semua orang termasuk teman-temanya, sehingga banyak yang betah
ketika bertamu kerumahnya.
Salah satu sahabat terbaik Wiryo yaitu Wiro, dia berasal dari keluarga
sederhana. Rumahnya yang masih satu kecamatan dengan Wiryo mambuatnya
gampang untuk bermain atau sekedar bertemu dengan Wiryo. Namun pada
hari ini sahabatnya Wiro tak pernah keliatan lagi, hampir sudah satu bulan
ini.
'Ko Wiro nggak pernah kelihatan? Kemana ya, ngga biasanya, dia selalu masuk sekolah'.
'Mungkin sakit', jawaban dari ibu Wiryo.
'Kalau begitu coba nanti sore aku pengen ke rumahnya lagi'. Kata Wiryo sangat bersemangat.
Sudah beberapa kali Wiryo mengetuk pintu, namun tak ada jawaban dari
dalam rumah, tiba–tiba muncul orang dari sebelah rumah.
'Ada apa mas', tanya lelaki itu.
'Saya mau mencari teman saya , Wiro namanya', jawabnya cepat.
Alangkah terkejutnya Wiryo mendengar jawaban dari lelaki itu, jika Wiro yang selama ini
dia kenal dan menjadi sahabatnya mengontrak di rumah itu. Kemudian
kembali ke desanya karena menurut kabar orang tuanya sudah berhenti
bekerja akibat di PHK oleh perusahaanya.
Sekembalinya Wiryo ke rumah, ia hanya bisa melamun dan tidak bisa
berbuat apa–apa. Lantas ia pun bergegas ingin mencari Wiro di desanya.
'Bu, aku ingin mencari Wiro, biarkan dia bisa melanjutkan sekolahnya lagi', kata Wiryo.
'Baiklah kalo itu keinginanmu, mari bergegas dan segera mencari alamt Wiro dahulu', jawab ibunya dengan penuh perhatian.
Akhirnya keinginan Wiryo terpenuhi, dan selama beberapa jam bertanya–tanya di tempat pedesaan yang pernah Wiryo ketahui, bisa menemukan
alamat rumah Wiro. Kedatanganya pun disambut haru dan isak tangis oleh
keluarganya termasuk Wiro. Pelukan hangat diantara mereka menjadikan
persahabatanya semakin erat.
'Wiro, kedatanganku sama keluarga ingin mengajakmu kembali bersekolah sekaligus ikut kami ke Jakarta lagi', kata Wiryo.
'Soal sekolah dan biaya apapun, kamu nggak usah khawatis biar saya yang menanggugnya', lanjut bapak Wiryo.
'Baiklah bila Wiryo dan Bapak Ibu menghendaki dan memberikan kesempatan
itu pada saya, saya sangat bersyukur dan banyak mengucapkan terima kasih
atas kebaikan Wiryo dan keluarga', Jawabnya Wiro diselingi haru yang
luar biasa.
'Terima kasih banyak Pak, Buk, kami tidak bisa lagi harus memberikan
imbalan seperti apa, karena hanya petani biasa', lanjutnya ibu dan bapak Wiro.
Lalu mereka pun kembali berpelukan untuk kembali menyambut Wiro menjadi sahabatnya kembali.