Saturday, 27 August 2016

dinamika sahabat

Sahabat adalah kebutuhan jiwa yang mendapat imbangan
Dialah ladang hati yang dengan kasih kau taburi dan kau pungut buahnya penuh rasa terima kasih
Dia pulalah naungan sejuk keteduhanmu
Sebuah pendiangan demi kehangatan sukmamu
Karena kau menghampirinya di kala hati gersang kelaparan,
Dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian
(Kahlil Gibran)
wirJO SOEMarto... Seorang sahabat lama menyapa penuh rindu dari sana. Keriangan yang tercipta dari celoteh ramai penuh tawa, seperti memenuhi rongga dada. Lama sudah kami tak pernah bersua dan kehilangan jejak.

Cerita lama, cerita baru dan kisah-kisah di saat kami saling mencari keberadaan satu sama lain mengalir tanpa henti. Kami saling berkicau dan berteriak dengan panggilan saat masih sekolah dulu.

Kerinduan belum juga terpuaskan, namun obrolan terpaksa disudahi dahulu dengan saling bertukar nomer ponsel dan janji akan terus saling berkirim kabar.

25 tahun bukan sebuah waktu yang singkat, orang bisa berubah menjadi lebih baik atau sebaliknya. Ada yang karena pengaruh kedudukan dan jabatan menjadi amat berubah dari yang kita kenal sebelumnya. Untungnya kami sama-sama masih seperti yang dulu, mungkin saja karena kami berdua memang bukan siapa-siapa. Tak ada kedudukan dan jabatan yang mengundang decak kagum, yang berubah adalah kini kami bukan lagi anak muda tetapi sudah menjadi seorang bapak dan kami sama-sama bangga karenanya.

Dinamika persahabatan seperti kumpulan warna pelangi, ada terang dan gelap yang memberi warna tersendiri pada keindahan persahabatan itu.
Sahabat bisa dipersatukan dengan adanya satu atau lebih persamaan. Idealnya, ia adalah seseorang yang membawa kita lebih dekat kepada kebaikan, yang bisa bersama tertunduk syukur atas nikmat karunia, tertawa atau menangis bersama dan saling menguatkan ketika salah satu sedang dalam keadaan lemah. Juga seseorang yang bersedia mengingatkan bahkan menyentil saat yang lain alpa dan melenceng dari jalanNya. Patut disayangkan ada pula persahabatan yang justru mendorong kepada kemunduran. Melihat kesuksesan yang diraih orang lain malah jadi bersekutu untuk curiga. Tak bisa diam ketika pencapaian seseorang melebihi apa yang telah mereka capai atau malah bersatu untuk menjatuhkan orang lain. Alangkah sayangnya energi terbuang sia-sia untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti itu, yang membawa kita justru semakin jauh dari tujuan hidup.

Tak dapat dipungkiri terdapat hubungan simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan di dalam persahabatan tetapi ada pula pelajaran di dalamnya yaitu belajar memberi dan menerima, belajar mendengar dan didengar, juga belajar mengikis ego dan menjaga empati.

Saling menghargai privacy sahabat termasuk kiat awetnya hubungan, ibarat buku ada lembaran-lembaran yang tak perlu dibaca dan dibuka dengan jelas tanpa perkenannya. Sahabat yang baik hafal betul saat kuncup dan mekarnya kita. 

Diantara indikator persahabatan yang sehat adalah persahabatan yang tidak membuat kita menutup diri terhadap pergaulan dengan orang lain, yang tetap bisa menjaga obyektifitasnya, yang bernuansa kejujuran, yang membawa rasa nyaman dan yang tak perlu memaksa kita terus menerus menggunakan topeng.

Pepatah bilang mencari musuh lebih mudah daripada menemukan sahabat. Saat kita bertengkar berbeda pendapat seperti ada sebagian yang hilang dalam diri. Padahal bersahabat bukan berarti selalu sepakat. Ada perbedaan-perbedaan yang membuatnya bervariasi, yang lebih penting adalah bagaimana saling memahami dan menghargai perbedaan tersebut.

Saya pernah mendapat sebuah pelajaran berharga bagaimana persahabatan bisa rusak oleh emosi sesaat dan kesalahpahaman. Ketika kita tiba pada suatu fase penuh kesadaran bahwa itu semua hanyalah bagian dari masa muda yang penuh dinamika, sahabat itu telah hilang tak tentu rimbanya. Sempat terdengar kabar ia telah berada nun jauh di sana. Sujud pasrah pada Ilahi karena telah memutuskan silaturahmi tanpa tahu bagaimana menyambungnya kembali.

Sekali lagi Sang Khalik berkehendak, segala sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin. Kata maaf atas segala khilaf adalah yang pertama terucap saat ia menyambut salam saya. Syukurlah kami saling memaafkan. Rupanya tahun-tahun yang hilang tersebut telah mendewasakan kami berdua.



No comments:

Post a Comment