wirJO SOEMarto... Malam semakin larut. Dan tubuh malam diselimuti jubah hitam yang pekat. Aku terbaring lesu, serasa ta mampu untuk membuka mataku dengan sempurna. Ku tatap sekeliling, sepi..
Tidak ada seseorangpun disana. Malam yang merangkak mengiringi rasa sepiku, rasa yang selama ini tersimpan. Tenggorokan kering, ingin rasanya ku teguk segelas air minum, tapi apalah daya, ku tak bisa menggapainya dan tak seorangpun membantuku untuk mengambilkan air itu.
Perlahan aku mulai terhanyut dan surut. Tak kuasa untuk melakukan apapun, dengan hati mencoba untuk menerima, aku ikhlas untuk tumbang dalam perjalanan ini. Kejadian demi kejadian menuntutku untuk selalu berdamai dengan waktu, namun kenyataanlah yang datang memaksa merelakan segalanya. Melepas erat luka dalam genggaman, aku hanya bisa bertanya pada diri sendiri, "Masih adakah kebahagiaan baru yang akan tercipta nanti ?"
Tak ada satupun orang yang datang. Dan tak ada satupun yang rela menemani dan menghabiskan waktu untuk menghibur. Entahlah, aku tak tahu apa yang salah dalam hidup ini. Mengapa Tuhan ciptakan cobaan yang berat untuk dilalui. Saat aku berusaha untuk tidak mengenangnya, otakku selalu berontak untuk mengingatnya lebih banyak. Padahal, aku hanya ingin melepaskan segalanya hingga tiada tersisa luka ini.
Mungkin kali ini aku harus menjadi pengangguran, untuk berhenti memikirkan segalanya. Aku harus bertahan, melangkah dan membenahi segala yang masih tersisa dan tertinggal dan masih bisa untuk dibenahi. Tuhan tidak akan membiarkanku berjuang sendirian. Walaupun rasanya sulit, masih ada rindu, tawa dan cinta yang akan setia menjadi teman. Semaraknya resah gelisah ini akan terhapus bersama hilangnya rasa sakit yang aku rasakan. Aku masih ingin bermimpi yang panjang dan mengajak hiasan mimpi untuk menjadi kenangan. Meski aku harus menahan duka yang merindu, namun aku masih percaya semua akan membawa tawa, meski tidak sekarang.
Masih adakah luka berat yang akan singgah di kehidupanku ? Petikan sendu angin malam membawaku untuk berpikir lebih jauh untuk melepaskan segalanya. Meskipun mereka semua anggap hanyalah keping dari ketololan hidup, aku sudah menerimanya dengan ikhlas. Biarlah berlalu dihempas oleh angin malam, agar semua berlalu dan hilang tanpa ada lagi kenangan yang tersisa dan tak layak untuk dikenang.
Duduk sendiri, menyepi di tempat yang sepi adalah solusi yang baik saat kebisingan dunia tak lagi bersahabat dengan baik. Bagaimanapun deru derita yang pernah melaju akan hilang dan takkan bergema. Derunya akan mati hilang ditelan masa.
Jika aku pernah merasakan ini sebelumya. Aku akan semakin tertempa untuk bangkit dan beranjak dari cerita lama. Tenang.. rasa takut itu tidak selalu menawarkan kesedihan. Rasa takut itu sudah lama meninggalkanku. Meninggalkanku dalam gigil dan pengapnya dunia sepanjang sisa waktu malam yang beradu.
Malam terlalu baik untuk memeluk hening. Dan sementara malam akan terus berlalu tanpa meminta dan pamit sebelum ia berlalu.
Kesunyian itu seakan sirna. Hilang bersama derasnya angin fajar yang datang mendekat. Sesaat ku tersadar, ini adalah bagian cerita untuk awal kehidupan yang akan terus melaju dengan segala harapan-harapan mulia yang masih tersisa. Redup cahaya lampu menjadi saksi untuk akhir cerita yang tak ingin terulang dalam sisa nafasku. Cerita ini akan bergulir, hingga malam tak lagi datang dan matahari tak lagi bersinar.
Aku kembali larut dalam kepingan mimpi-mimpi yang sudah tertulis, meski detik berlalu terasa menyebalkan, namun awal langkah baru ini akan menjadi sebuah catatan, sebuah catatan perjuangan.
Kali ini, langkahku harus berpindah dengan masa yang lebih indah. Aku berharap suasana awal perjalanan ini akan berpindah menjadi kenyataan yang lebih baik dan cerita bahagia. Titik kecemasan semoga menjadi akhir dari segalanya, masa depan masih menyimpan kejutan. Aku putuskan untuk pergi, pergi dari bayang-bayang semu yang menghalangi segala impian. Meski harus kembali, aku akan hadir dengan perasaan yang nyata, bukan perasaan yang dulu. Berpindah, adalah keputusan akhir yang menjadi awal untuk memulai segalanya. Dan menutup lembar demi lembar masa lalu, adalah awal untuk akhir yang tak perlu lagi disesali.
Karena semua ada masanya, aku ingin awal yang nyata, bukan khayalan dan harapan yang kosong tak bernama..